Banten Tolak Impor Beras

- 15 Januari 2018, 07:30 WIB
panen raya beras
panen raya beras

SERANG, (KB).- Banten menolak masuk beras impor ke daerah ini, karena sedang berlangsung panen setiap hari di sejumlah wilayah sentra padi. Diperkirakan, produksi Januari hingga Maret 2018 sebesar 512.388 ton beras atau melebihi kebutuhan konsumsi penduduk Banten selama Januari-Maret sebesar 324.000 ton beras. Berarti, terdapat kelebihan produksi sebesar 188.388 ton beras pada perkiraan musim panen Januari-Maret 2018. Selain itu, kata dia, persediaan beras di Bulog Banten tersedia 6.295 ton beras atau cukup untuk ketahanan persediaan selama 2,6 bulan ke depan. "Jadi sebenarnya impor beras tidak diperlukan, dan kita harus menyelamatkan gabah hasil panen petani," kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten, Agus M Tauchid, Sabtu (13/1/2018). Selain itu, kata dia, panen raya padi di Banten akan dimulai minggu pertama Februari 2018 ini. "Mari kita selamatkan petani Banten dengan tidak mengimpor beras," kata Agus. Bupati Pandeglang, Hj. Irna Narulita, juga menolak impor beras. Selain persediaan beras di Pandeglang aman, juga para petani baru saja menuai hasil panen.Pekan lalu, kata dia, panen raya di sejumlah daerah di Pandeglang dihadiri Dirjen Kementerian Pertanian. Di Kecamatan Kaduhejo, sekitar 20 hektare panen padi. "Panen raya juga disertai panen tanaman jagung di sejumlah wilayah kecamatan. Saya tegaskan, Pandeglang menolak beras impor. Saya pun sudah sampaikan ke Sub Divre Pandeglang-Lebak agar siap menampung beras lokal. Ya, beras lokal Pandeglang cukup berkualitas dan namanya terkenal. Beras Cimanuk, beras pandan, sampai beras huma pun ada di Pandeglang. Jadi, berikan kemudahan petani untuk menjual hasil panennya," ujar Bupati Pandeglang, Hj. Irna Narulita kepada Kabar Banten, Sabtu (13/1/2018). Soal rencana Kementerian Perdagangan akan impor beras sebanyak 500 ton per tahun ini, kata Irna, itu kebijakan pemerintah pusat guna mengantisipasi kenaikan harga beras. Tetapi impor tersebut tidak untuk Pandeglang. Sebab, Pandeglang sebagai lumbung padi dan sampai sekarang penyumbang pangan terbesar di Banten. Mengenai kondisi harga beras di Pandeglang, lanjut Irna, relatif terkendali. "Ya, harga masih normal. Jika terjadi lonjakan harga seperti di kabupaten/kota lain pemerintah akan mengambil kebijakan operasi pasar," ujarnya.  Tidak saja beras, Pandeglang juga ditarget tahun ini untuk menyukseskan program tanaman padi, jagung, kedelai seluas 200 ribu hektare. Pihaknya akan kerja keras untuk memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan produktif. Memasuki akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018, Pandeglang masih bisa panen raya. Meski kondisi cuaca saat ini kurang bersahabat, namun tidak memengaruhi produksi tanaman padi. "Data di Dinas Pertanian , produksi tanaman padi masih bagus dan aman dari hama. Dipastikan cuaca tidak berdampak dan petani akan tetap memanen hasil tanaman padinya," tuturnya. Hal hampir senada dikatakan Anggota Komisi II DPRD Pandeglang, Dadi Rajadi. Ia mengatakan, Pandeglang merupakan daerah lumbung padi di Banten. Menurutnya, tidak perlu ada impor beras. Sebaliknya, Pandeglang siap menjadi pemasok beras terbesar di Banten dan nasional. "Ya, kemarin kita sudah panen raya. Tidak saja beras, Pandeglang kaya potensi pangan," katanya. Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Pandeglang, Anton Haerusamsi menolak impor beras. Sebab, para petani kecewa jika terjadi impor. Dan kebijakan tersebut justru harga beras tidak stabil. "Tidak impor saja harga jatuh. Karena tahun 2017 Bulog hanya menyerap 3,5 -3,7 juta ton per tahun. Dan rencananya tahun 2018 hanya menyerap 2,1 juta ton. Serapan beras ini menurun karena beras rakyat sejahtera (rastra) telah diganti dengan bantuan non tunai. Ia meminta Satgas pangan jangan hanya ribut saat terjadi harga naik. Sebaliknya saat harga beras jatuh diam saja," ucap Anton. Menurut dia, Pandeglang akan panen raya pada Februari tahun ini. Sementara tanpa alasan jelas, pemerintah pusat akan impor beras. Justru ini akan membelenggu petani lokal. "Ya, panen raya bulan Februari, Maret dan April. Hujan terus mengguyur beberapa wilayah dan mesin pengering yang ada punya Bulog. Petani, BUMN dan swasta pasti mengalami harga beras jatuh," ujarnya. Ia mengatakan, saat ini tidak perlu ada impor. Sebab dalam ketentuannya, 1 bulan sebelum panen dan 2 bulan setelah panen raya tidak boleh ada impor. "Saya meminta Ombudsman harus bekerja meneliti impor dan harus membela petani," ucapnya. Dorong pertanian Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak, Dede Supriatna, pemerintah daerah memfokuskan perhatian terhadap sektor pertanian karena menyumbangkan cukup besar pada pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Selain itu juga pengembangan pertanian pangan, hortikultura, palawija dan perkebunan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah daerah mendorong pengembangan sektor pertanian guna mendongkrak produktivitas pangan, terlebih wilayahnya sebagian besar daerah agraris dan bisa menyumbangkan ekonomi cukup besar. Selama ini, petani di daerah ini menjadikan andalan penghasil pangan, sayur-sayuran, buah-buahan di Provinsi Banten. Bahkan, sebagian produksi pertanian itu dipasok ke Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang, seperti kacang panjang, ketimun, terung, buah durian, rambutan, manggis dan duku."Semua produk pertanian itu tentu membangkitkan ekonomi masyarakat juga bisa meminimalisasi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan," ujarnya menjelaskan. Menurut dia, pemerintah daerah menargetkan tahun 2018 angka tanam bisa mencapai 300 ribu hektare dengan pengembangan pertanian pangan, sayur-sayuran, palawija dan perkebunan. Selain itu juga pihaknya optimistis Lebak menjadi sentra lumbung pangan beras melalui gerakan percepatan tanam. Bahkan, produksi pangan dapat memenuhi ketersediaan beras untuk masyarakat lokal juga memberikan sumbangan pangan kepada Provinsi Banten juga nasional," katanya. (IF/EM)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x