DEPOK, (PR).- Upaya pemerintah mempercepat penyelesaian proyek infrastruktur tanpa penambahan dana, sumber daya manusia dan perlengkapan rentan berdampak kegagalan dan kecelakaan konstruksi yang berujung korban jiwa. Tanpa dukungan sumber daya tersebut, para pekerja mesti lembur atau bekerja melebihi batas waktu normal guna memenuhi target penyelesaian.
Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Publik Merancang Aksi Nyata Gerakan Nasional Keselamatan Konstruksi di Gedung Dekanat, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kota Depok, Rabu 28 Februari 2018. Diskusi itu digelar sebagai bentuk kerja sama triplek helix antara pemerintah, akademisi, praktisi dan asosiasi profesi.
Direktur Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) FT UI Mohammed Ali Berawi menduga ada dua faktor penyebab maraknya kecelakaan konstruksi belakangan ini. "Ini ada ketidakdisplinan, kekonsistenan menjalankan SOP, terus kedua pertimbangan-pertimbangan penambahan resources (sumber daya) dalam crash program (percepatan proyek) itu tidak dilakukan," kata Ali.
Saat pemerintah mengebut penyelesaian proyek, kesiapan penambahan biaya, sumber daya manusia, peralatan produksi dan metode kerja menjadi keniscayaan. Dia mencontohkan, penambahan subkontraktor oleh kontraktor proyek guna percepatan penyelesain bakal diikuti penambahan biaya untuk alat dan tenaga kerja yang perlu ketepatan perhitungan pembiayaan.
"Kalau itu tidak diikuti dengan kaya begitu, larinya lembur, kalau lembur orang kerja kan ada batas maksimum toh, sehingga nanti ada konsentrasi (pekerja) menurun, fokus menurun," ucapnya. Alih-alih rampung cepat, kecelakaan konstruksi dan pekerja rawan terjadi.
Dia menegaskan, efisiensi atau penghematan tidak boleh menurunkan kualitas/standar keselamatan yang bisa menyebabkan kecelakaan konstruksi. "Pada saat melakukan percepatan penyelesaian proyek itu otomatis biaya akan lebih besar untuk pembangunan, otomatis profit dari estimasi awal akan menurun," ucap Ali.
Jika kontraktor tak melakukan penghitungan kembali saat percepatan dilakukan, penambahan sumber dayanya pun minim dilakukan. Strategi lain bisa dilakukan kontraktor agar kualitas konstruksinya tak menurun. "Ada strategi dengan rekayasa nilai tambah," tuturnya.
Menampik
Menurut Ali, pemerintah harus melakukan monitoring terhadap para kontraktor. Fungsi pengawasan dan kontrol harus dilakukan dengan disiplin dan konsisten guna memastikan kualitas pekerjaan serta hasil produk sesuai prosedur dan spesifikasi yang disyaratkan. Dia menambahkan, harmonisasi kebijakan dan sinergi lintas kementerian perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja industri konstruksi.