Jika ada pihak mengatasnamakan PRMN yang memeras, menipu dan melanggar kode etik, sampaikan pengaduan pada kami.

Suhu Panas Berbeda dengan Gelombang Panas

- 25 Oktober 2019, 04:13 WIB
WARGA menghalau sinar matahari dengan tangannya saat melakukan aktivitas di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2019. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah Indonesia akan mengalami panas selama kurang lebih satu minggu dengan suhu mencapai 37 derajat Celcius, dikarenakan matahari berada dekat dengan jalur khatulistiwa.*/ANTARA
WARGA menghalau sinar matahari dengan tangannya saat melakukan aktivitas di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2019. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah Indonesia akan mengalami panas selama kurang lebih satu minggu dengan suhu mencapai 37 derajat Celcius, dikarenakan matahari berada dekat dengan jalur khatulistiwa.*/ANTARA

BANDUNG, (PR).- Lebih dari tiga hari belakangan, suhu udara pada siang hari terasa cukup terik. Beberapa stasiun pengamatan BMKG mencatat suhu udara maksimum dapat mencapai 37 °C sejak tanggal 19 Oktober lalu.

Kondisi tersebut bukan disebabkan gelombang panas seperti informasi yang tersebar di grup percakapan baru-baru ini. Menurut Deputi Bidang Meteorologi R. Mulyono R. Prabowo, berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan Khatulistiwa, hal ini erat kaitannya dengan gerak semu Matahari.

Seperti diketahui, pada bulan September matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan Desember. Sehingga pada bulan Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan (Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dsb).

"Kondisi ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari," katanya dalam siaran pers, pada Kamis, 24 Oktober 2019.

Selain itu pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari. Minimnya tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara. 

"Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," kata dia.

Dalam waktu sekitar satu minggu kedepan masih ada potensi suhu terik di sekitar wilayah Indonesia mengingat posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya.

Bahkan pada tanggal 20 Oktober terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi yang mencatat suhu maksimum tertinggi yaitu, Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38.8 °C, diikuti Stasiun Klimatologi Maros 38.3 °C, dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera 37.8 °C. Suhu tersebut merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, dimana pada periode Oktober di tahun 2018 tercatat suhu maksimum mencapai 37 °C.

Stasiun - stasiun meteorologi yang berada di pulau Jawa hingga Nusa Tenggara mencatatkan suhu udara maksimum terukur berkisar antara 35 °C - 36.5 °C pada periode 19 - 20 Oktober 2019.***

Editor: Siska Nirmala


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

Pikiran Rakyat Media Network

x