Jika ada pihak mengatasnamakan PRMN yang memeras, menipu dan melanggar kode etik, sampaikan pengaduan pada kami.

RUU KPK dan Jokowi

- 17 September 2019, 06:35 WIB

DALAM sebulan lebih tiga hari ke depan, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ini berarti rentang waktu antara pemilihan umum dan pelantikan presiden terpilih, yang lazim disebut sebagai periode interregnum, akan segera berakhir. Meski periode interregnum berbeda-beda pada beberapa negara, tetapi hampir semua presiden terpilih menaruh perhatian yang seksama terhadap periode ini. Mengapa?

Periode interregnum di Amerika misalnya, jauh lebih pendek dibanding di Indonesia. Sejak diratifikasinya Amandemen nomor XX, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Amerika harus berakhir 20 Januari, padahal sebelum amandemen batas masa jabatan presiden dan wakil presiden ditetapkan 4 Maret, sedangkan presiden baru sudah terpilih pada Selasa setelah Senin pertama di bulan November. Ini berarti, periode interregnum di Amerika paling lama 78 hari.

Bandingkan dengan masa jeda antara pemilihan umum dengan pelantikan presiden baru di Indonesia. Pada 17 April 2019 misalnya, digelar pemilihan umum presiden (pilpres), yang berarti presiden baru sudah akan diketahui meski KPU menetapkannya secara formal pada bulan berikutnya. Akan tetapi, pelantikan baru akan dilaksanakan 20 Oktober. Ini berarti, periode interregnum di Indonesia bisa mencapai 183 hari.

Beruntung Jokowi melanjutkan masa kepemimpinannya untuk lima tahun ke depan. Meski tidak berarti akan selalu mudah, setidaknya Jokowi tidak harus belajar banyak hal baru dalam menjelajahi belantara birokrasi Istana.

Meski periode interregnum “hanya” 78 hari, elit politik Amerika (khususnya presiden terpilih dan kalangan dekatnya) cukup mewaspadai periode ini. Hal ini tidak terlepas dari kemungkinan adanya ranjau yang disimpan presiden lama “yang bisa saja menghancurkan rencana presiden baru” (Swantoro, 2019, halaman 86, dalam 1000 Hari John F. Kennedy, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia).

Kewaspadaan tim Kennedy (demikian dilukiskan Swantoro pada halaman-halaman berikutnya) cukup beralasan, mengingat tidak semua transisi pemerintahan di Negeri Paman Sam tersebut berjalan mulus. Meski  Eisenhower (pendahulu Kennedy) tidak menaruh ranjau yang mengancam rencana pemerintahan Kennedy, tapi ada beberapa keputusannya yang bisa saja menjebak penggemar sajak I Have a Rendezvous with Death ciptaan Alan Seeger tersebut. Untungnya, dibantu tim yang cerdas, Presiden Kennedy mampu melewati masa interregnum dengan mulus dan mengamankan rencana pemerintahannya.

Interregnum Jokowi

Meski hari-hari pascapemungutan suara sempat memanas, tetapi berkat kesigapan aparat dan kedewasaan politik sebagian besar warga, ketegangan pascapencoblosan segera mereda. Pembelahan politik yang sempat meruncing jelang pemungutan suara segera mencair beberapa hari pascapemilihan.

Rekonsiliasi yang didengungkan Joko Widodo gayung bersambut dengan sikap masyarakat yang cepat melupakan perbedaan pilihan yang terjadi saat pemilu. Kondisi ini pun digenapkan oleh kubu Prabowo Subianto yang menerima keputusan Mahkamah Konstitusi.

Selanjutnya, Jokowi menjalani periode interregnum seperti menapaki jalan yang landai. Jalanan sedikit mendaki ketika kabut asap menyergap Sumatera dan Kalimantan yang mengusik ketenangan dan memancing reaksi keras Kualalumpur, serta unjuk rasa yang mengguncang Tanah Papua. Jalan kian berliku ketika DPR hasil Pemilu 2014 bersikukuh memasukkan RUU KPK sebagai materi seleksi calon pimpinan lembaga antirasuah tersebut pada minggu kedua September.

Sergapan kabut asap berulang tiap tahun. Meski Jokowi sempat turun langsung ke lokasi kebakaran pada awal periode pertama pemerintahannya, tetapi petaka kabut asap tidak juga berakhir.

Halaman:

Editor: Karim Suryadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

Pikiran Rakyat Media Network

x