Jika ada pihak mengatasnamakan PRMN yang memeras, menipu dan melanggar kode etik, sampaikan pengaduan pada kami.

Gugum Gumbira Ingin Meluruskan Tari Jaipong

- 12 Januari 2013, 21:39 WIB
TARI Jaipong punya nilai dan makna.*
TARI Jaipong punya nilai dan makna.*

BANDUNG, (PRLM).- Waktu 33 tahun dirasakan merupakan waktu yang tepat, saat pertamakali memperkenalkan tari Jaipong (1980), untuk seorang Gugum Gumbira Tirasonjaya, mejelaskan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu, desakan dari para pecinta seni tari, budayawan dan bahkan desakan para orang tua yang meminta Gugum untuk meluruskan tari Jaipong yang sebenarnya. “Ketika Ibu Ratu (Tien Soeharto istri Presiden Soeharto) berulang tahun di Sasana Langgeng Budoyo (Taman Mini Indonesia Indah) pada tahun 1989 dan dilanjut menyambut Sultan Brunei Darussalam di Istana Negara, meminta penjelasan kepada saya tentang nilai dan makna yang ada pada tari (Jaipong) Rawayan. Bu Ratu sangat tertarik dan meminta saya untuk menjelaskannya kepada masyarakat luas agar masyarakat menyukai tari Jaipong dan melurus kesan ataupun pandangan negatif serta cintra penarinya,” ujar Gugum, saat ditemui di sela-sela pelatihan dan pemberian arahan bagi peserta “Pasanggiri Jaipongan Jugala Raya 2013”, bertempat di Padepokan Jugala, Jalan Kopo 15 Bandung. Saran sekaligus permintaan dari (Alm) Tien Soeharto tersebut tidak diindahkan Gugum Gumbira, demikian pula dengan permintaan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono saat menyerahkan Anugerah Satyalancana Kebudayaan (Desember 2004) dan terulang Gugum Gumbira menerima penghargaan serupa pada tahun 2009. Alasannya, stigma jelek terhadap tari Jaipong bukan hanya dari masyarakat, tapi diciptakan oleh kalangan pemerintah juga. Namun setelah desakan terus tertuju pada dirinya dan puncaknya pada Malam Kilas Balik Pembangunan Seni, Budaya dan Pariwisata yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat (Disparbud Jabar), di Hotel Horison, Desember lalu, membuat sikap keras Gugum Gumbira luluh juga. Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Disparbud Jabar berjanji akan memberikan bantuan pendanaan bila pasanggiri Jaipongan yang sebenarnya diselenggarakan. “Tantangan tersebut langsung diterima. Mungkin sudah saatnya dan waktu 30 tahun merupakan waktu yang pas bagi saya berserta murid-murid yang ada di Jugala untuk meluruskan apa itu Jaipongan,” ujar Gugum. Untuk meluruskan dan menjelaskan apa itu tari Jaipongan, selama satu pekan sejak Senin (7/1) diselenggarakan workshop dan pelatihan bertempat di Gedung Sunan Ambu STSI Bandung Jalan Buah Batu Bandung. Dari target 800 peserta dari 50 sanggar tari, kegiatan yang dipublikasikan melalui pesan singkat (SMS) mampu menjaring 200 lebih peserta dari 20 sanggar dan pada tanggal 27 Januari mendatang hingga 2 Februari diselenggarakan “Pasanggiri Jaipongan Jugala Raya 2013”. ] “Kita sengaja tidak melakukan publikasi karena dikhawatirkan jumlah pengunjung membludak dan waktu kegiatan akan lama, waktu workshop dan pelatihan saja setiap harinya dari jam 8 pagi hingga tengah malam karena ada saja peserta yang merasa tidak puas. Untuk tahun ini sengaja kita menyelenggarakan khusus sanggar dari wilayah priangan, tidak mengundang dari Jakarta, Bekasi dan derah sekitarnya,” terang Gugum. Dalam workshop dan pelatihan menurut Gugum diterangkan dan dilatihkan gerakan-gerakan Jaipongan sebenarnya yang dirinya ciptakan. Mulai dari tingkat dasar pada tari Keser Bojong, Sonteng dan Rawayan. “Saya tidak mengatakan Jaipongan yang sekarang bukan Jaipongan, karena seperti misi pertama saya mencipta Jaipongan merupakan tari dinamis yang berakar dari tradisi bukan kemasan modern. Kalau sekarang banyak yang menyisipkan dengan gerakan break dance, balet, bahkan gangnam style, itu merupakan tari kreasi,” ujar Gugum. Salah seorang peserta workshop dan pelatihan, Jenny membenarkan apa yang diungkapkan oleh Gugum Gumbira, bahwa Jaipongan yang dilatihkan dirinya pada anak didik dengan yang dilatihkan Gugum Gumbira jauh berbeda. “Jaipongan Kang Gugum masih memperlihatkan kesan feminisme pada penarinya, berbgeda dengan jaipongan yang sekarang banyak diprakrekan meski yang melakukannya perempuan tapi memperlihatkan kesan gagah, galak dan juga erotis,” ujar Jenny, yang mendapat tuntutan dari para orang tua siswa agar dirinya mengajarkan Jaipongan yang sebenarnya dan berharap kembali menghidupkan roh tari Jaipongan sebenarnya yang berakar dari tradisi bukan gerak tari dari luar. (A-87/A-147)***

Editor: Administrator


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

Pikiran Rakyat Media Network

x